Hitstat

16 August 2014

Kolose - Minggu 20 Sabtu



Pembacaan Alkitab: Kol. 2:18-22


Dalam 2:8, 18, dan 20 Paulus menyebutkan sejumlah hal: filsafat, tradisi, unsur-unsur dunia, kerendahan hati, penyembahan terhadap malaikat, dan peraturan-peraturan. Sebenarnya semuanya itu dapat diringkas dalam satu istilah, yaitu kebudayaan. Filsafat merupakan salah satu produk tertinggi dari kebudayaan manusia. Tradisi juga berkaitan dengan kebudayaan. Faktanya, tradisi berasal dari kebudayaan, dan kebudayaan terwujud di dalam tradisi. Kalau tidak ada kebudayaan, tidak ada tradisi; dan jika tidak ada tradisi, tidak ada pula kebudayaan. Tidak hanya demikian, unsur-unsur dunia, yaitu prinsip-prinsip awal dari ajaran- ajaran dasar juga adalah aspek-aspek dari kebudayaan. Kerendahan hati adalah kebajikan yang terdapat di antara kebanyakan orang yang berkebudayaan. Semakin diperhalus dan berbudaya, orang akan semakin rendah hati. Tetapi semakin tidak berbudaya dan biadab seseorang, ia akan semakin tidak rendah hati. Karena itu, kerendahan hati berkaitan erat dengan kehalusan kebudayaan. Tidak hanya demikian, penyembahan terhadap malaikat terdapat di kalangan orang-orang yang berkebudayaan tinggi. Orang-orang yang kebudayaannya rendah mungkin menyembah binatang-binatang, tetapi mereka yang berkebudayaan lebih tinggi mungkin menyembah malaikat-malaikat. Penyembahan terhadap malaikat sebenarnya merupakan bentuk penyembahan berhala yang diperhalus, suatu praktek yang masih terdapat dalam aliran kekristenan tertentu hari ini. Beberapa orang mungkin malah membenarkan penyembahan terhadap malaikat dengan mengatakan bahwa hal itu lebih baik daripada menyembah binatang-binatang. Terakhir, peraturan-peraturan manusia berkaitan dengan kebudayaannya. Peraturan-peraturan adalah ketetapan-ketetapan yang berkaitan dengan cara hidup kita. Sebagai contoh, etika makan adalah suatu peraturan. Orang-orang yang lebih berbudaya memiliki lebih banyak peraturan. Semakin berbudaya, orang lebih bisa berkata, “Jangan pegang ini, jangan kecap itu, dan jangan sentuh ini. ”

Dalam bagian Kitab Kolose yang membahas masalah pengalaman yang riil atas Kristus, Paulus mencatat banyak hal yang mengganggu pengalaman tersebut. Hal-hal yang disinggung dalam Kitab Kolose sangat berlainan dengan apa yang tercantum dalam Kitab 1 Korintus, di mana Paulus menanggulangi perpecahan, kedengkian, percabulan, dan persengketaan. Dalam Kitab Galatia Paulus menanggulangi hukum Taurat yang merupakan gangguan terhadap pengalaman atas Kristus. Tetapi dalam Kitab Kolose dia tiba kepada masalah kebudayaan yang tersembunyi dan licik. Orang-orang Kristen menghakimi perzinaan dan perpecahan dan sebagian besar memahami bahwa hukum Taurat sudah berlalu. Tetapi siapa yang menyangkal kebudayaan sebagai satu penghambat terhadap kenikmatan atas Kristus? Bahkan di antara kita pun jarang sekali orang yang menghakimi kebudayaan karena alasan ini.

Kita perlu ingat bahwa Kitab Kolose tidak ditulis untuk menanggulangi dosa atau hukum Taurat, melainkan kebudayaan. Kristus yang diwahyukan dalam Kitab Kolose tidak dapat dialami kecuali hambatan-hambatan kebudayaan telah tersingkap dan ditanggulangi. Kita mungkin berpegang pada kebudayaan kita sambil mengalami Kristus yang diwahyukan dalam kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya. Tetapi untuk mengalami Kristus almuhit yang terungkap dalam Kitab Kolose, kita perlu menyangkal dan menolak gangguan yang ditimbulkan oleh kebudayaan kita itu.

Dalam Kitab Kolose pertama-tama Paulus menampilkan wahyu yang obyektif, dan kemudian ministri yang subyektif. Dalam pasal 2 yang membahas pengalaman yang riil atas Kristus, dia menunjukkan bahwa penghambat yang paling licik terhadap kenikmatan atas Kristus ialah kebudayaan kita. Tentang wahyu yang obyektif atas Kristus, Kitab Kolose memberi kita wahyu yang tertinggi. Seprinsip dengan itu, tentang pengalaman yang riil atas Kristus, kitab ini menunjukkan gangguan yang paling licik. Semoga kita semua terkesan oleh fakta ini bahwa jika kita ingin memiliki pengalaman yang riil atas Kristus yang almuhit, kita harus menanggulangi kebudayaan kita.


Sumber: Pelajaran-Hayat Kolose, Buku 2, Berita 40

No comments: