Hitstat

08 August 2014

Kolose - Minggu 19 Jumat



Pembacaan Alkitab: Gal. 2:20


Kalau kita nampak Kristus adalah segala sesuatu, kita akan dengan spontan memahami bahwa kita bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Dalam Galatia 2:20 kita nampak bahwa kita telah disalibkan bersama Kristus dan Kristus kini hidup di dalam kita. Dia adalah Sang sabar, baik, pengasih, dan penuh dengan itu.

Akan tetapi, banyak di antara kita yang tidak memperhidupkan Kristus, sebaliknya tanpa disadari berjuang untuk memperbaiki diri kita sendiri. Sebagai contoh, seorang saudara muda yang ingin menikah mungkin bertekad untuk menjadi seorang suami yang ideal. Berbuat demikian berarti hidup menurut kebudayaan buatan sendiri atau menurut kebudayaan yang kita warisi. Sering kali dalam sidang istimewa orang-orang kudus mungkin bersaksi bahwa setelah sidang mereka tidak akan seperti dulu lagi. Karena pernyataan seperti itu berasal dari kebudayaan, maka beberapa hari kemudian mereka akan tetap sama seperti dahulu. Betapa mudahnya kita melampirkan suatu standar budaya pada diri kita sendiri!

Kebudayaan yang kita lampirkan pada diri kita itu sebetulnya merupakan satu bentuk pertapaan. Misalkan, seorang saudara merasa tidak tahan terhadap istrinya, sekalipun istrinya adalah seorang saudari yang terkasih dalam Tuhan. Saudara itu lalu bernazar, berapa pun besarnya harga yang harus ia bayar, ia akan menjadi seorang suami yang baik bagi istrinya. Ia akan menanggungnya, sekalipun dengan menggertak gigi. Saudara ini hidup menurut pertapaan. Setiap kali kita memutuskan untuk memperbaiki diri atau menjadi berubah, itu berarti kita hidup me-nurut kebudayaan, bukan menurut Kristus.

Kehendak Allah ialah menyalurkan Kristus ke dalam kita agar Dia dapat menjadi hayat dan segala sesuatu kita. Allah menghendaki Kristus menjadi kebenaran, kekudusan, kerendahan hati, dan kesabaran kita. Karena Kristus adalah segala sesuatu, maka tidak perlu kita memutuskan untuk melakukan sesuatu atau menjadi sesuatu. Sebaliknya, kita harus beralih saja kepada Tuhan dan berkata, “Tuhan, terima kasih, Engkau adalah hayat dan segala sesuatuku. Engkau adalah Allah yang sejati, dan manusia yang sejati. Bila aku memerlukan kasih, Engkaulah kasih. Bila aku memerlukan kerendahan hati, Engkau, Tuhan, adalah kerendahan hati. Apa saja yang aku perlukan, itulah Engkau. ”

Allah tidak menghendaki kita berusaha menjadi suami, istri, orang tua, atau anak-anak yang baik. Allah hanya menginginkan satu persona — Kristus. Tetapi, kita tidak boleh mengkhotbahkan hal ini kepada anak-anak kita sebelum waktunya. Sebaliknya kita harus terlebih dahulu mengkhotbahkan hal ini kepada diri kita sendiri, mengatakan kepada diri sendiri bahwa Allah tidak menghendaki perbaikan diri kita, Ia hanya menghendaki Kristus semata. Ia telah menyalurkan Kristus ke dalam kita sebagai hayat dan segala sesuatu kita, agar kita dapat memperhidupkan Dia, dan agar Dia dapat diam di dalam kita. Tidak perlu kita berjuang untuk menjadi orang yang pengasih. Kasih kita terbatas. Tetapi Kristus adalah kasih, kasih yang tidak terbatas, dan Dia hidup di dalam kita.

Kita perlu nampak visi surgawi ini, yaitu bahwa dalam ekonomi-Nya, Allah tidak ingin yang lain kecuali Kristus. Kristus sungguh indah. Dialah Allah dan manusia, Dia telah melalui inkarnasi, kehidupan insani, penyaliban, kebangkitan, kenaikan, dan penobatan. Segala adanya Kristus dan segala yang telah Ia peroleh dan capai telah dicampurkan ke dalam Roh yang almuhit. Sekarang, sebagai Roh pemberi-hayat yang almuhit, Ia hidup di dalam kita. Alangkah bodoh jika kita tidak memberikan seluruh tempat dalam kehidupan kita kepada-Nya! Meskipun kita mungkin mengasihi Dia, tetapi boleh jadi kita masih membatasi dan mengekang Dia dengan usaha kita untuk menjadi seorang suami atau istri Kristen yang baik. Dalam diri kita sendiri, kita masih mencoba menjadi orang yang sabar, rendah hati, baik budi, dan pengasih. Selama kita berbuat demikian, Kristus tidak berdaya hidup di dalam kita.


Sumber: Pelajaran-Hayat Kolose, Buku 2, Berita 38

No comments: